Baleg Minta Masukan Pakar Dan Perbankan Terkait RUU Tapera

JAKARTA – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta masukan-masukan dari Kementerian Perumahan Rakyat, Pakar dan Direktur Bank Tabungan Negara (BTN) terkait dengan penyusunan RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

RUU ini, masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2012 yang penyiapannya dilakukan oleh Baleg DPR. Demikian disampaikan Ketua Baleg Ignatius Mulyono saat memimpin rapat dengan mitra terkait, Senin (25/6), di gedung DPR.

Mulyono mengatakan,  keberadaan RUU ini sangat diperlukan dalam rangka menyempurnakan draft RUU yang telah disusun, dan pemenuhan kebutuhan akan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Di samping itu, katanya, juga diharapkan akan memberikan landasan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan tabungan perumahan rakyat dalam rangka sumber pendanaan jangka panjang bagi sektor pembiayaan perumahan yang pada akhirnya tentunya akan memberikan kepastian hukum terhadap pemenuhan hak setiap warga negara Indonesia untuk memenuhi kebutuhan atas perumahan.

Dalam memberikan masukannya, Sekretaris Menteri Perumahan Rakyat Iskandar Saleh mengatakan, ada lima kegiatan terkait dengan Tabungan Perumahan, yaitu, pengerahan iuran tabungan, pemupukan dana tabungan, pembayaran klaim dan cadangan resiko umum, pembiayaan KPR dan pembangunan rumah (sisipenawaran/supply).

Iskandar menambahkan, jika melihat skema pembiayaan perumahan di negara lain (Singapura), skemanya adalah peserta tabungan membayar iuran tabungan ke Central Provident Fund (CPF). Dana yang terkumpul di CPF pada rekening Ordinary Account (OA) digunakan untuk membeli obligasi Pemerintah dengan kupon sebesar 2,5 persen.

Adapun dana yang diterima pemerintah dari hasil penjualan obligasi tersebut dipinjamkan kepada HDB (Housing and Development Board), dengan suku bunga pinjaman sebesar 3,5 %.

Sedang dana yang diterima HDB digunakan untuk pembangunan rumah (supply) dan untuk pembiayaan KPR (demand) yang diperuntukkan bagi peserta tabungan.

Dalam hal tertentu, pemerintah dapat memberikan subsidi/hibah kepada HDB agar harga jual rumah tetap dapat dijangkau oleh daya beli peserta tabungan.

Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan penyusunan RUU ini diantaranya adalah, dalam hal akumulasi dana tabungan dari peserta tabungan tidak cukup untuk membayar uang muka KPR, maka yang bersangkutan dapat meminjam kepada lembaga Pengelola Tabungan dengan dikenakan suku bunga tertentu dan diangsur setiap bulan.

Perlu diperhatikan bahwa besarnya total kewajiban membayar iuran tabungan, angsuran pinjaman uang muka, dan angsuran KPR harus dipertahankan maksimum 30% dari penghasilan pokok peserta tabungan.

Jika akumulasi tabungan belum mencukupi untuk mendukung target pembiayaan bagi peserta tabungan, maka dukungan dana FLPP masih diperlukan. Selain itu, agar harga maksimal rumah dibangun dapat dijangkau oleh daya beli peserta tabungan, maka diperlukan subsidi pemerintah untuk menurunkan biaya produksi pembangunan rumah.

Sementara perwakilan dari BTN mengatakan, Bank Tabungan Negara sudah melayani subsidi perumahan sejak tahun 1974 dan merupakan satu-satunya bank pemerintah yang memberikan kredit perumahan. Sampai sekarang BTN telah merealisasikan kurang lebih 2,3  juta rumah.

Permasalahan yang dihadapi terkait dengan kredit perumahan ini adalah permasalahan keterbatasan dari Pemerintah dan keterbatasan Bank memperoleh dana. Padahal, katanya, ada 35 juta rakyat Indonesia yang sebetulnya credible untuk persyaratan-persyaratan mendapatkan rumah.

Saat ini, negara kita menghadapi back log perumahan sebesar 13 juta unit rumah. Untuk mengurangi angka tersebut, Pemerintah dihadapkan pada persoalan terbatasnya buget dan kemampuan.

Untuk itu dia berharap, RUU Tapera ini dapat menjawab permasalahan perumahan di Indonesia terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Sumber : dpr.go.id

Leave a comment